width:

08 Oktober 2008

Menyoal Orientalis

Oleh: Muhammad Idris*


Islam adalah agama dan peradaban, realitas sejarah yang berlangsung selama empat belas abad didalam panggung sejarah umat manusia dan jejak kaki langkah geografis pada dataran luas yang membentang dibenua Asia dan Afrika bahkan sebagian dataran Eropa. Kini lebih dari 1,2 milyar orang dari latar belakang suku, ras dan kultural yang berbeda adalah warga muslim. Sejarah merekam bahwa Islam memainkan peran yang signifikan dalam perkembangan beberapa aspek pada peradaban lain, khususnya peradaban barat.
Itulah sejumlah alasan mengapa pengetahuan tentang Islam sangat penting bagi mereka yang memliki perhatian pada sejarah Intelektual dan kultural di Barat. Beberapa banyak sarjana Barat yang concern untuk mendalami Islam. Mereka yang ada dalam dunia akademis disebut “orientalis” telah mencurahkan perhatiannya dalam Islam.
Para orientalis seperti Ignaz Goldziher, Joseph Schacht, Louis Massignon memahami Islam dalam perspektif Barat, sehingga tesis-tesis yang diwacanakan kerap membuat para cendikiawan muslim “geram”.


Keingintahuan para sarjana barat mengenai Islam mengalami signifikansi seiring terjadinya peristiwa 11 september 2001 (tragedi pengeboman gedung WTC). Tesis-tesis yang yang disajikan oleh mereka amat kental diwarnai prasangka dan bias-bias ideologis yang beragam meskipun terkadang terdapat sisi obyektifitasnya.
Kajian Islam di Barat dimulai dari abad kesepuluh dan kesebelas, karena pada saat itu masyarakat Eropa secara umum menganut agama Kristen. Islam dianggap sebagai sekte dari Kristen yang menyimpang dan pendirinya adalah seorang yang murtad.
Abad pertengahan ditandai dengan penolakan religius yang kuat terhadap Islam. Pada abad inilah keingintahuan Barat terhadap Islam semakin “menggelora”. Kemudian pada abad kesembilanbelas keseriusan Barat untuk mengkaji Islam mencapai klimaks. Hal ini ditandai dengan studi-studi tentang ke-Timuran secara resmi termasuk kajian-kajian ke-Islaman di berbagai universitas-universitas Barat acapkali mendapat dukungan dari pemerintah kolonial seperti Inggris, Prancis, Belanda dan Rusia.
Bahkan menurut Edward Said orientalisme (faham dan pengetahuan Barat tentang Timur) yang dalam istilah Arab disebut “al-Isytiraqi” bukan sekedar wacana akademis, akan tetapi juga memiliki akar-akar politis, ekonomi dan religius.
Secara politis, penelitian, kajian dan pandangan Barat mengenai dunia “oriental” dalam kajian Said, khusus dunia Islam bertujuan untuk politik kolonialisme Eropa untuk menguasai wilayah-wilayah muslim,para orientalis mengusung slogan (3 G) yakni gold atau penguasaan ekonomi,glory atau perluasan wilayah jajahan dan gospel atau penginjilan (kristenisasi) dalam penelitian mereka atas dunia timur alias Islam.
Kajian yang disajikan para sarjana barat yang tergabung dalam komunitas orientalis tentang islam dalam satu dekade terakhir meskipun mencoba untuk mengkaji secara obyektif namun tesis-tesis yang diwacanakan mereka secara ideologi tetap bias dan penuh prasangka.
Kita sebagai kaum ‘terdidik’ dan ‘terpelajar’ harus selektif,obyektif dan kritis ketika hendak mengkaji pemikiran mereka tentang dunia kita (baca:Islam) dan menjadi kewajiban bagi para sarjana-sarjana muslim untuk meneruskan langkah yang telah ditempuh oleh oksidentalis (sarjana-sarjana muslim yang mengkaji ilmu-ilmu Barat) seperti Prof.M.Naguib al-Attas,Prof.Dr.Azami ,MA ,Seyyed Hossen Nasr yang telah mematahkan tesis-tesis orientalis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kotak saran 'en' kritik